Senin, 09 April 2012

Kawanku Bernama Masa Lalu



Memandang jauh tarian gelombang laut
Berlomba – lomba bertemu dengan bibir pantai
Sang pasir hanya bisa terpaku diam padat
Sedih karena kadang tak padu bersama pantai

Diriku duduk diam tak bersuara
Memutar – mutar slide kehidupanku
Bergerak ke belakang pada masa lalu yang ada
Berusaha mengingatkan lagi tentang kisah dahulu

Perlahan butiran bening mencari celah
Dengan kuat memaksa keluar dari kawalan mata
Bertahta bosan di dalam sini dan sangat lelah
Tetap yakin bahwa inilah saatnya

Sabtu, 19 November 2011

Aku Aku Aku Aku dan Aku


Hujan baru saja pergi
Satu malam sudah ia menyapa
Wahai hujan, mengapa engkau menyapaku di saat keadaan terapuhku?
Bukankah engkau tahu bahwa engkau adalah refleksi nyata dari perasaan hati ini
Tapi, sepertinya hanya engkau yang mampu mengerti

Lelah dan kecewa bercampur menjadi satu
Marah dan kesal membumbung tinggi di angkasa diri
Perasaan hati tak menentu, seperti halnya tak menentunya kedatanganmu
Tapi mengapa hanya aku yang bisa merasakannya?


Jumat, 04 Februari 2011

Tak Apa, Semuanya Akan Menjadi Baik (Versi Novel)


Suara deru angin bersahutan di luar sana, agaknya memang benar apa yang diberitakan oleh berbagai media informasi baik elektronik, cetak, dan online bahwa kota-kota di Jawa Timur akan menghadapi serbuan angin-angin yang cukup kencang. Tak terkecuali dengan kota tempat Alfan berada sekarang yakni Kota Surabaya, kota yang terkenal dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, perkembangan kehidupan masyarakat yang cukup cepat karena merupakan salah satu kota besar di Indonesia, dan tentu saja merupakan salah satu kota yang memiliki udara yang cukup panas.
            Alfan duduk santai di depan televisi sambil meminum teh yang telah disediakan untuknya pagi hari itu. Angin-angin masih bersahutan seru di luar sana, pohon-pohon melambai-lambai menerima terpaan angin-angin yang belum terlihat tanda-tandanya untuk berhenti bertiup dengan kencang. Ia sedang berada di rumah salah satu keluarganya di kota itu, liburan semester kampusnya yang sedang berlangsung memungkinkan ia untuk berkunjung ke rumah keluarganya itu, sekedar bersilaturahim saja. Karena di pulau Jawa itu hanya keluarganya inilah yang ada di sana, sedangkan sisanya tinggal di tempat kelahirannya, hampir semuanya!
            Tiba-tiba didengarnya suara hentakan kaki menuruni tangga menuju ruang keluarga tempat ia berada sekarang...
            “Kak, ayo siap-siap!” kata Zalda tiba-tiba, sepupu perempuan Alfan yang masih berumur tujuh tahun itu.
            “Siap-siap apanya?” tanya Alfan seraya mengalihkan pandangan matanya dari televisi dan memandangi wajah lucu sepupunya itu.
            “Kita mau jalan-jalan ke Hi-Tech kata mamah. Sekalian habis itu ke tempat kerjanya mamah.”
            “Ngapain?”
            “Mau beli laptop katanya! Udah kak, ayo ganti baju sana, entar ditinggalin loh!” desak adik sepupunya itu.
            “Iya, iya ndut!” kata Alfan, karena memang adik sepupunya itu punya badan yang agak gendut dan pipi yang tembem hingga bisa dijamin membuat gemas tiap orang yang melihatnya.
            Zalda pun kembali naik ke lantai atas, sedangkan Alfan bergegas masuk ke kamar tamu di rumah itu tempat ia tidur dan kemudian mengganti pakaiannya. Tak lama, dirinya bersama Zalda dan kakak perempuannya sekaligus sepupu perempuan Alfan serta ibu mereka melaju menuju Hi-Tech Surabaya dengan Alfan sebagai supir mobilnya.
           

Rabu, 29 Desember 2010

Senyum Kesedihan


Waktu mengalir perlahan
Meninggalkan bekas jejak hidup nyata
Kadang hilang ditelan kehidupan di depan
Namun tetap bertahan dalam singgasananya

Sang merah berjalan dalam terang gelap hidup
Berjuang tanpa kenal lelah
Hinggap di satu adegan hidup
Dihiasi berbagai bahagia dan masalah

Masih jelas tertulis di langit kisah indah dengan sang biru
Indah bertabur bintang kemilau
Bahkan komando itu pun ada di sana
Tak terlepas dari kisahnya

Kebersamaan ikhlas tanpa beban
Canda tawa jelas menghiasi
Kadang air mata berderai pun mengalir mengarungi beban
Semua ada di sana, ia yang telah terlewat tanpa makna hakiki

Siapa yang bisa menutup telinga jika hati berbisik? Tidak ada kah?
Tapi, nyatanya sang merah bisa
Kuatnya perubahan kelam ia dapatkan di air nan sah
Berseliweran dijati dirinya

~Untuknya~

Tak ayal kisah kehidupan terus berlanjut
Menapaki jalan tak pernah menyerah
Terkadang lelah mendera dan berbagi penat
Menangis di atas sebuah kisah

Kisah tak bernyawa tak berwarna
Hanya keping masa lalu hampir terlupa
Tak tau apa dan bagaimana
Ia senantiasa hadir di sana

Tak satupun manusia ingin kehilangannya
Aku, kau, ataupun mereka
Karena ia terlewat berharga
Tak tergantikan oleh apapun yang ada