“…Cinta yang sejati itu tidak akan pernah menyakiti, ia akan senantiasa menghiasi kehidupan kita dengan bunga-bunga kehidupan nan indah…”
Kata-kata itu senantiasa terngiang dalam pikiran Haris, begitu berarti makna yang tersirat dari perkataan Kak Shafy itu. Memang benar bahwa cinta itu tidak akan pernah menyakiti, jika ia memang cinta sejati yang sebenarnya, bukan cinta semu nan palsu yang tentu akan menyakiti siapapun yang merasakannya. Ia memang berniat menemukan jawaban akan pertanyaan yang hingga sekarang ini memang belum bisa ia temukan jawaban yang paling memuaskan untuk hal itu. Yah, perjalanan untuk mencari jawaban pun akan senantiasa ia lalui…
≡|||≡
Kampus hari ini cukup sepi, tak terlalu banyak aktivitas mahasiswa yang terlihat hari ini. Wajar memang, karena mulai hari ini kampus memasuki masa minggu tenang sebagai waktu untuk para mahasiswanya mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Tak terkecuali Haris, hari ini memang tidak ada kuliah atau agenda apapun di kampus namun ia tetap pergi ke kampus untuk belajar dan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ujian akhir.
Saat itu ia sedang berada di sebuah gazebo fakultasnya, di sekelilingnya terlihat sepi. Hanya sedikit mahasiswa-mahasiswi yang ada di sana, kebanyakan memang juga sedang belajar. Haris duduk santai di bawah sebuah pohon besar nan rindang, menghadapi sebuah catatan pelajaran sambil berusaha mengingat-ngingat pelajaran-pelajaran yang sudah didapatkannya.
Pagi terasa menemani dengan setia keberadaannya di sana, membuat hawa sejuk tak terkira nikmatnya berkelakar di hadapannya. Damai dan sejuk, ia rasakan merasuk dalam dirinya. Nikmat sekali diberikan Allah seperti ini, walau kebanyakan dari manusia khususnya umat muslim yang lupa untuk bersyukur kepada Allah. Bahkan seringkali mencampakkan hukum Allah dalam menjalani kehidupannya.
Tiba-tiba…
“Assalamualaikum!” sebuah suara membuat Haris bangkit dari lamunannya akan kenikmatan Allah yang sedang berusaha diresapinya.
“Wa..wa..waalaikumussalam!” jawab Haris terbata karena kaget. Dilihatnya ternyata yang berdiri di hadapannya adalah sahabatnya sendiri, Rafi.
“Melamun aja, mikiran apa pak?”
“Oh, ga papa… Lagi menikmati alam aja! Tumben ke sini, ngapain?”
“Tuh..” jawab Rafi singkat sembari menunjukkan tangannya kepada seseorang.
Disana ada Devi yang sedang berbicara dengan seorang temannya. Teman perempuannya yang terlihat sangat beda jauh penampilannya dengan Devi. Jika Devi tidak memakai kerudung untuk menutupi kepala, rambut, dan bagian dadanya maka temannya itu memakai kerudung besar dan lebar rapi menutupi kepala hingga ke bagian dadanya. Selain itu Devi yang hanya memakai kaos tipis serta celana jins yang sangat ketat dan terlihat lekuk tubuhnya maka teman perempuannya itu memakai jilbab atau sering disebut sebagai gamis yang panjang serta lebar hingga mencapai tanah dan tak sedikitpun terlihat lekuk tubuhnya.