Rabu, 29 Desember 2010

Senyum Kesedihan


Waktu mengalir perlahan
Meninggalkan bekas jejak hidup nyata
Kadang hilang ditelan kehidupan di depan
Namun tetap bertahan dalam singgasananya

Sang merah berjalan dalam terang gelap hidup
Berjuang tanpa kenal lelah
Hinggap di satu adegan hidup
Dihiasi berbagai bahagia dan masalah

Masih jelas tertulis di langit kisah indah dengan sang biru
Indah bertabur bintang kemilau
Bahkan komando itu pun ada di sana
Tak terlepas dari kisahnya

Kebersamaan ikhlas tanpa beban
Canda tawa jelas menghiasi
Kadang air mata berderai pun mengalir mengarungi beban
Semua ada di sana, ia yang telah terlewat tanpa makna hakiki

Siapa yang bisa menutup telinga jika hati berbisik? Tidak ada kah?
Tapi, nyatanya sang merah bisa
Kuatnya perubahan kelam ia dapatkan di air nan sah
Berseliweran dijati dirinya

~Untuknya~

Tak ayal kisah kehidupan terus berlanjut
Menapaki jalan tak pernah menyerah
Terkadang lelah mendera dan berbagi penat
Menangis di atas sebuah kisah

Kisah tak bernyawa tak berwarna
Hanya keping masa lalu hampir terlupa
Tak tau apa dan bagaimana
Ia senantiasa hadir di sana

Tak satupun manusia ingin kehilangannya
Aku, kau, ataupun mereka
Karena ia terlewat berharga
Tak tergantikan oleh apapun yang ada

Belajar untuk Hidup


Mentari tersenyum indah
Pesona tanpa batas menghiasi
Hinggap sejenak di tanah
Senyum manis menyeruak di sisi

Hidup berjalan tak henti
Berpadu waktu tak kenal lelah
Menemani alunan langkah kaki
Kaki yang terkadang jatuh melangkah

Tak menyerah di kala sepi
Merangkul cahaya terang benderang
Percaya akan kebenaran hakiki
Dari Sang Maha Pencipta nan agung

Cinta yang Terlupakan Bagian 5


Malam itu, seusai shalat isya berjamaah di mesjid dekat kosnya, Haris pun langsung tancap gas menuju kosnya Kak Shafy untuk menjemputnya kemudian bersama-sama menuju rumah sakit Lafalet di tengah kota untuk menjenguk anak Ustadz Ilyas yang sedang sakit keras terkena demam berdarah. Sebentar saja, ia sudah sampai di depan kosnya Kak Shafy, dan ternyata beliau sudah siap di depan kosnya hingga tak lama kemudian mereka berdua berangkat menuju rumah sakit itu. Sebelumnya Kak Shafy sudah mengirim sms kepada Ustadz Ilyas yang mengabarkan bahwa mereka berdua akan berkunjung ke tempat beliau, dan alhamdulillah beliau tidak keberatan.

"Kok bisa ya kak anak beliau terkena DBD? Padahal kan baru saja beberapa hari yang lalu kita berkunjung ke rumah Ustadz Ilyas dan melihat anak beliau, si Fikri baik-baik saja. Bahkan kita sempat bermain-main bersama dia?" tanya Haris yang kaget sekaligus kebingungan.

"Ya begitulah dek yang namanya ketentuan Allah. Kita kan ga akan pernah bisa tau kapan dan apa yang akan terjadi pada kita? Ingat kan kalau manusia itu sangat lemah, bahkan menentukan dia lahir sebagai laki-laki atau perempuan saja tidak bisa kan?" jawab Kak Shafy.

"Iya ya kak, manusia sangat lemah. Tapi anehnya kak ya, manusia yang lemah itu berani mengingkari hukum dan perintah yang Maha Kuat, bahkan sampai ada yang berani membuat hukum juga perintah untuk menandingi hukum dan perintah dari yang Maha Kuat!"

Cinta yang Terlupakan Bagian 4


“…Cinta yang sejati itu tidak akan pernah menyakiti, ia akan senantiasa menghiasi kehidupan kita dengan bunga-bunga kehidupan nan indah…”

Kata-kata itu senantiasa terngiang dalam pikiran Haris, begitu berarti makna yang tersirat dari perkataan Kak Shafy itu. Memang benar bahwa cinta itu tidak akan pernah menyakiti, jika ia memang cinta sejati yang sebenarnya, bukan cinta semu nan palsu yang tentu akan menyakiti siapapun yang merasakannya. Ia memang berniat menemukan jawaban akan pertanyaan yang hingga sekarang ini memang belum bisa ia temukan jawaban yang paling memuaskan untuk hal itu. Yah, perjalanan untuk mencari jawaban pun akan senantiasa ia lalui…
|||
Kampus hari ini cukup sepi, tak terlalu banyak aktivitas mahasiswa yang terlihat hari ini. Wajar memang, karena mulai hari ini kampus memasuki masa minggu tenang sebagai waktu untuk para mahasiswanya mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Tak terkecuali Haris, hari ini memang tidak ada kuliah atau agenda apapun di kampus namun ia tetap pergi ke kampus untuk belajar dan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ujian akhir.
Saat itu ia sedang berada di sebuah gazebo fakultasnya, di sekelilingnya terlihat sepi. Hanya sedikit mahasiswa-mahasiswi yang ada di sana, kebanyakan memang juga sedang belajar. Haris duduk santai di bawah sebuah pohon besar nan rindang, menghadapi sebuah catatan pelajaran sambil berusaha mengingat-ngingat pelajaran-pelajaran yang sudah didapatkannya.
Pagi terasa menemani dengan setia keberadaannya di sana, membuat hawa sejuk tak terkira nikmatnya berkelakar di hadapannya. Damai dan sejuk, ia rasakan merasuk dalam dirinya. Nikmat sekali diberikan Allah seperti ini, walau kebanyakan dari manusia khususnya umat muslim yang lupa untuk bersyukur kepada Allah. Bahkan seringkali mencampakkan hukum Allah dalam menjalani kehidupannya.
Tiba-tiba…
“Assalamualaikum!” sebuah suara membuat Haris bangkit dari lamunannya akan kenikmatan Allah yang sedang berusaha diresapinya.
“Wa..wa..waalaikumussalam!” jawab Haris terbata karena kaget. Dilihatnya ternyata yang berdiri di hadapannya adalah sahabatnya sendiri, Rafi.
“Melamun aja, mikiran apa pak?”
“Oh, ga papa… Lagi menikmati alam aja! Tumben ke sini, ngapain?”
“Tuh..” jawab Rafi singkat sembari menunjukkan tangannya kepada seseorang.
Disana ada Devi yang sedang berbicara dengan seorang temannya. Teman perempuannya yang terlihat sangat beda jauh penampilannya dengan Devi. Jika Devi tidak memakai kerudung untuk menutupi kepala, rambut, dan bagian dadanya maka temannya itu memakai kerudung besar dan lebar rapi menutupi kepala hingga ke bagian dadanya. Selain itu Devi yang hanya memakai kaos tipis serta celana jins yang sangat ketat dan terlihat lekuk tubuhnya maka teman perempuannya itu memakai jilbab atau sering disebut sebagai gamis yang panjang serta lebar hingga mencapai tanah dan tak sedikitpun terlihat lekuk tubuhnya.

Sabtu, 18 Desember 2010

Cinta yang Terlupakan Bagian 3

 
            Malam itu Haris sudah pulang dan berada di kosnya, namun tak seperti biasa. Kali ini ia sendiri tanpa ditemani Rafi, sahabat sekaligus teman satu kamarnya. Memang tak biasa jika Rafi pergi dan belum pulang juga hingga malam seperti ini, kecuali memang ada satu keperluan seperti mengerjakan tugas, organisasi, dan lainnya. Tapi, seingat Haris akhir-akhir ini, Rafi tidak lah berada dalam posisi seseorang yang sibuk, terlihat jelas bahwa kegiatannya begitu santai. Belum ada tugas-tugas yang baru dan juga organisasi yang diikutinya belum mengadakan acara dan kegiatan lagi.
            Seperti biasanya, setelah shalat Isya berjamaah di mesjid dekat kosnya, ia pun melewati malam itu dengan membasahi bibir serta menghiasi perkataannya dengan firman-firman Allah yang mulia, sembari hanyut dalam penghayatan terhadap makna tanpa celah keburukan dari kata-kata sang Maha Pencipta itu. Terlewat barisan kata per kata dengan kesempurnaan paling agung tiada cacat sedikitpun, dikawal dengan bacaan penuh penghayatan dari seorang makhluk lemah lagi hina. Al-Qur’an, kitab petunjuk bagi umat muslim khususnya dan manusia pada umumnya. Kandungannya begitu sempurna, peraturan hidup yang digariskannya sebagai aturan yang “seharusnya” ditaati oleh segenap makhluk hidup bernama manusia di dunia ini tanpa alasan untuk tak mentaatinya sedikitpun. Sayangnya, peraturan hidup itu dibuang dan tidak dipedulikan oleh kebanyakan manusia di dunia ini sehingga keluarlah mereka semua dari fitrah hidup yang harusnya melekat di diri mereka. Betapa menyedihkannya...
           

Jumat, 17 Desember 2010

Cinta yang Terlupakan Bagian 2



            Tiba-tiba, seuntai senyuman manis datang tanpa diduga dari wajah manis Devi. Sungguh tak bisa dipungkiri, senyumnya benar-benar mempunyai kekuatan untuk menghipnotis setiap kaum adam yang melihatnya. Tak terkecuali dengan Rafi, ia pun benar-benar terpesona dengan senyuman yang terlukis di wajah Devi. Namun, bukan hanya itu yang membuatnya bahagia, tapi senyuman dari Devi baginya sudah cukup menjadi tanda akan respon dari Devi. Dan benar saja, sembari tersenyum kepada Rafi ia pun menganggukkan kepalanya tanda ia memang menerima perasaan Rafi. Memang tidak salah, karena Rafi pun sebenarnya juga adalah seorang pemuda yang tampan dan karena sikapnya yang mudah bergaul membuatnya banyak disukai dengan teman-temannya, pun termasuk dengan para gadis. Sehingga Rafi memang sangat cocok jika bersanding dengan Devi, dilihat dari ketampanan dan kecantikan mereka berdua serta keadaan diri mereka masing-masing.
            Hening pun pergi menjauh dari mereka berdua, tak sanggup bertahan di dunia mereka berdua yang sekarang penuh dengan rasa bahagia, bahagia karena perasaan mereka berdua yang saling bersambut. Namun, tidak ada yang tahu bahwa ternyata dunia mereka berdua juga disisipi oleh virus jahat yang terkadang tidak bisa terdeteksi dengan mudah. Virus yang kian lama akan menjangkiti seluruh diri mereka dan pada akhirnya benar-benar merusak diri mereka sendiri. Entah, bisakah mereka berdua menyadari dengan sendirinya atau justru tenggelam dalam keganasan virus tersebut. Tidak ada yang tahu!
            Bagi Rafi dan Devi, hal ini sangat menyenangkan.
            Pada awalnya mungkin, tapi hingga akhir? Sama sekali tidak ada yang akan tahu!

≡|||≡

            Sementara itu, di bagian kampus yang lain, jauh dari dunia kebahagiaan Rafi dan Devi. Sahabatnya, Haris sedang berada di mesjid kampus yang terletak tepat di tengah-tengah wilayah kampusnya. Seusai melaksanakan shalat dhuha, sambil duduk di halaman mesjid yang rimbun dengan pohon-pohon menjulang tinggi menantang langit, ia membaca sebuah buku berjudulkan “Nizhamul Ijtima’i” atau “Sistem Pergaulan dalam Islam”. Di samping kanannya tergeletak sebuah buku berjudul “Jalan Cinta Para Pejuang” yang kelihatan belum dibacanya karena buku itu masih terbungkus plastik dengan rapi.
           

Cinta yang Terlupakan Bagian 1

            Senja mengintip malu dibalik garis-garis indah langit. Sang bulan menggantikan peranan sang matahari bertahtakan di langit untuk menemani manusia mengarungi kegelapan malam. Malam pun agaknya tersenyum mesra pada angin-angin malam yang kian malam semakin menunjukkan keganasannya untuk menembus kulit-kulit manusia dan membuat manusia merasa kedinginan.
            Begitu hebatnya penciptaan di langit dan bumi sungguh mengungkapkan bagaimana besarnya rasa cinta dari Sang Pencipta akan ciptaanNya. Sungguh, tanpa rasa cinta maka seluruh alam semesta ini tentulah akan hancur, binasa tanpa bekas.
Cinta begitu indah namun juga bisa jadi begitu menyakitkan, ia punya seribu wajah yang tentulah akan berbeda wajahnya oleh setiap orang yang memandangnya. Cinta hadir tanpa bisa dicegah karena ia adalah fitrah. Namun, begitu banyak mereka-mereka yang mendapati wajah cinta begitu menyakitkan. Hal yang wajar karena mereka tidaklah mendapati wajah cinta yang sejatinya sangat indah. Kesuciannya yang dinodai membuatnya berwajah menyakitkan jika dipandang.
Cinta, dimanakah sejatinya ia?