Sabtu, 19 November 2011

Aku Aku Aku Aku dan Aku


Hujan baru saja pergi
Satu malam sudah ia menyapa
Wahai hujan, mengapa engkau menyapaku di saat keadaan terapuhku?
Bukankah engkau tahu bahwa engkau adalah refleksi nyata dari perasaan hati ini
Tapi, sepertinya hanya engkau yang mampu mengerti

Lelah dan kecewa bercampur menjadi satu
Marah dan kesal membumbung tinggi di angkasa diri
Perasaan hati tak menentu, seperti halnya tak menentunya kedatanganmu
Tapi mengapa hanya aku yang bisa merasakannya?


Jumat, 04 Februari 2011

Tak Apa, Semuanya Akan Menjadi Baik (Versi Novel)


Suara deru angin bersahutan di luar sana, agaknya memang benar apa yang diberitakan oleh berbagai media informasi baik elektronik, cetak, dan online bahwa kota-kota di Jawa Timur akan menghadapi serbuan angin-angin yang cukup kencang. Tak terkecuali dengan kota tempat Alfan berada sekarang yakni Kota Surabaya, kota yang terkenal dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi, perkembangan kehidupan masyarakat yang cukup cepat karena merupakan salah satu kota besar di Indonesia, dan tentu saja merupakan salah satu kota yang memiliki udara yang cukup panas.
            Alfan duduk santai di depan televisi sambil meminum teh yang telah disediakan untuknya pagi hari itu. Angin-angin masih bersahutan seru di luar sana, pohon-pohon melambai-lambai menerima terpaan angin-angin yang belum terlihat tanda-tandanya untuk berhenti bertiup dengan kencang. Ia sedang berada di rumah salah satu keluarganya di kota itu, liburan semester kampusnya yang sedang berlangsung memungkinkan ia untuk berkunjung ke rumah keluarganya itu, sekedar bersilaturahim saja. Karena di pulau Jawa itu hanya keluarganya inilah yang ada di sana, sedangkan sisanya tinggal di tempat kelahirannya, hampir semuanya!
            Tiba-tiba didengarnya suara hentakan kaki menuruni tangga menuju ruang keluarga tempat ia berada sekarang...
            “Kak, ayo siap-siap!” kata Zalda tiba-tiba, sepupu perempuan Alfan yang masih berumur tujuh tahun itu.
            “Siap-siap apanya?” tanya Alfan seraya mengalihkan pandangan matanya dari televisi dan memandangi wajah lucu sepupunya itu.
            “Kita mau jalan-jalan ke Hi-Tech kata mamah. Sekalian habis itu ke tempat kerjanya mamah.”
            “Ngapain?”
            “Mau beli laptop katanya! Udah kak, ayo ganti baju sana, entar ditinggalin loh!” desak adik sepupunya itu.
            “Iya, iya ndut!” kata Alfan, karena memang adik sepupunya itu punya badan yang agak gendut dan pipi yang tembem hingga bisa dijamin membuat gemas tiap orang yang melihatnya.
            Zalda pun kembali naik ke lantai atas, sedangkan Alfan bergegas masuk ke kamar tamu di rumah itu tempat ia tidur dan kemudian mengganti pakaiannya. Tak lama, dirinya bersama Zalda dan kakak perempuannya sekaligus sepupu perempuan Alfan serta ibu mereka melaju menuju Hi-Tech Surabaya dengan Alfan sebagai supir mobilnya.