Rabu, 29 Desember 2010

~Untuknya~

Tak ayal kisah kehidupan terus berlanjut
Menapaki jalan tak pernah menyerah
Terkadang lelah mendera dan berbagi penat
Menangis di atas sebuah kisah

Kisah tak bernyawa tak berwarna
Hanya keping masa lalu hampir terlupa
Tak tau apa dan bagaimana
Ia senantiasa hadir di sana

Tak satupun manusia ingin kehilangannya
Aku, kau, ataupun mereka
Karena ia terlewat berharga
Tak tergantikan oleh apapun yang ada

Ingatkah akan kesetiaannya kepada kita
Kesetiaan untuk selalu berada di samping kita
Kesetiaan untuk menemani kita
Selalu untuk kita, kita, dan kita

Kebaikan tanpa pamrih tanpa cela
Tak terbayar oleh emas berganda
Juga oleh kebaikan lainnya
Tak tau terima kasih, itulah kita

Syukur tanpa batas bagi yang masih lekat di sampingnya
Namun, tangisan membahana bagi yang kehilangannya
Lalu apakah Tuhan salah mengambilnya?
Apa semuanya menjadi begitu kejam?

Aku telah melupakannya
Lupa siapa dia
Lupa belaian halus lembut kulitnya
Lupa, lupa, dan terus lupa

Menghilang semenjak aku masih tak tau dunia
Melangkah pun aku tak tau harus kemana
Tak tau harus berbuat apa
Hanya menangis dan tertawa

Berbekal foto usang mencoba mengenalnya
Terus mengingat masa itu
Masa ketika bersama dengannya
Masa-masa indah itu

Jauh, terlalu jauh tak terjangkau
Perlahan hilang dan terus menghilang
Mengolok-olok tangisan nan galau
Tak peduli apapun jua

Tangisan terus menari indah di pelupuk mata
Jatuh anggun bersanding dengan pipi
Terus tak terhenti adanya
Resah oleh kegalauan hati

Kutatap diri penuh cela dan noda
Meresapi apa yang ada
Berpikir tentangnya
Mengingat diri semu padanya

Tersentak jatuh ke bumi
Sadar akan pesan cinta ini
Tak terbantahkan walau kelam
Benar dan tegas tak kusam

Mata, hidung, wajah, rambut
Tertegun sesaat akan kemiripannya nan tak lekang
Nyata dalam lingkaran nan terikat
Tegar melintas batas waktu terpanjang

Sifat dan pikiran ini
Ia menggariskan hal sama
Resah mengatakan kebenaran ini
Namun tetap tegar berdiri di sana

Mirip, sangat mirip
Hati tak bisa memungkiri
Telinga pun tak bisa berhenti mendengar senyap-senyap
Karena siapa yang bisa menutup telinga jika hati berkata seperti ini

Sungguh tak ada pengganti baginya
Siapapun tak mampu mengambil torehannya
Lukisan tintanya pada kanvas kehidupan
Seribu senyum tak tergantikan

Tak rela, tak rela, dan tak akan
Tiada penggantinya hingga kapanpun
Karena hanya ia telah bersemayam anggun
Di singgasana indah kebenaran

Ia adalah...

~Ummi~

by : Ardiannur Ar-Royya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar